Cerpen ini gue buat waktu kelas 10 SMA spesial untuk temanku Cuznah. Cerita ini terinspirasi berdasarkan cerita pribadi darinya. Selamat membaca.....
Author by: Diana Sofah
Editor by: Asmaul Cuznah
Aku melamun dan terus
melamun disudut kamarku. Akhir-akhir ini hatiku sepetinya dibuat gundah.
Ya....... apalagi kalau nggak CINTA. Rokhmat atau yang biasa akrab dipanggil
Memet yang membuatku sepeti ini. Cowok berkulit sawo matang dan lumayan tinggi itu
kini menaungiku hati kecilku. Entah apa yang kurasakan saat ini. Akankah cinta,
kagum, suka, atau perasaan refleks saja, nggak lebih. Lagi-lagi aku dilema oleh
cinta.
Kalau
saja semua ini nggak terjadi, pasti memet tak menjauhiku. Ia tau kalau aku suka
sama dia. Berita kalau aku suka sama memet mekin berkembang. Anak-anak dikelas
sebagian udah pada tau. Apalagi shabat-sahabat dekatku D’CWIMUTH yang
beranggotakan aku, aini, uyink, ayu, dan iin. Iin cepat-cepat bertindak.
Bukannya nolong aku tapi dia bantuin memet balikan sama mantannya, Azifah.
Hatiku
panas sebenarnya melihat iin dan memet selalu akrab dikelas. Apalagi tak
henti-hentinya telingaku mendengar nama azifah. Sampai suatu hari mau ada lomba
mading antar kelas aku mengirim pesan untuknya.
“ met... mau nggak kamu kesekolahan? Kasihan fahmi
ngerjain sendiri di kelas!” pintaku memelas
Sekitar
5 menit kemudian, suara getar handpone
ku menggugah hatiku untuk segera membuka kotak masuk. Ya..... memet langsung
membalasnya.
“aku nggak bisa, aku nggak boleh keluar malem!”
jawabnya kalem
“ayolah met, satu kali ini aja?” aku agak memaksa
“aku nggak bisa, sumpah deh. Maafin aku ya”
“usahain bisa! Demi azifah bisa nggak?” balasku
menyinggung mantannya
“nggak usah bawa-bawa azifah kenapa sih? Dia nggak
tau apa-apa” jawabnya mulai ketus
“iya....iya.... nggak usah pakai otot donk,
nyantai aja kale” balasku juga ketus
Satu,
dua, tiga, empat menitan ia tak membalas sms ketusku tadi. Mungkin ia memang
marah sama aku.
*******
Pagi-pagi
disekolah iin langsung ngajak aku ngomong empat mata dipojok kelas.
“kamu kemarin sms apa sama memet?” tanyanya serius
“aku Cuma nyuruh dia ke scool bantuin fahmi!”
jawabku enteng
“nggak, bukan itu. Yang nyangkut azifah itu?”
tanyanya makin serius
“ya ampuuunnn.... ituu...!! Cuma bercanda, bilang
sama dia kalau aku Cuma bercanda !” jawabku lagi-lagi enteng.
Bel
masuk berbunyi menggetarkan semua hati yang mendengarkannya. Tak sampai 5
menit, kelas sudah terisi penuh oleh anak-anak. Tak lama kemudian Pak Hariyanto
masuk dengan gagahnya. Kebetulan jam pertama waktunya olahraga. Kita langsung
melakukan pemanasan dan langsung digiring ke sebuah lapangan tak jauh dari
sekolahan.
Selama
olahraga, tak henti-hentinya aku menatap wajah sawo matang itu. Manis memang,
bahkan lebih manis dari coklat yang aku beli kemarin. Tapi, malah sebaliknya.
Ia menatapku kasar, bahkan terkesan cuek dengan semua perhatianku padanya. Tapi
apapun yang terjadi, apapun responnya kepadaku. Aku nggak bisa membencinya.
*******
Beberapa
hari kemudian, ku dengar memet sudah jadian dengan azifah. Ingin rasanya aku
marah. Tapi aku bukanlah siapa-siapa bagi memet. Dimatanya aku nggak lebih dari
seorang sahabat. Apalagi setelah ku tau kalau yang bantuin mereka balikan
adalah iin. Seorang sahabat tak mungkin tega melihat sahabatnya menderita. Tapi
ini malah sebaliknya. Tapi aku ikhlas menerimanya. Ku berusaha terus tersenyum
dan tertawa meskipun sebenarnya hati ini menangis dan terluka. Entah sudah
sampai mana rasa luka itu hinggap di hatiku.
********
Satu
jam pelajaran kosong, memet duduk disebelahku. Aku lihat memet sibuk dengan
tulisan di buku tulisnya. Aku berusaha mengintipnya. Tulisan “Nur Azifatul
Qoyyimah” tergores dengan indah di bukunya. Ditambah lagi ia mewarnainya dengan
spidol pinjaman dari sofah. Begitu berwarna dan begitu indah memang. Tapi asal
kamu tau di balik keindahan itu, hatiku terluka sedalam-dalamnya.
Senyuman
manis tak henti-hentinya hilang dari wajahnya. Saat satu persatu tulisan itu
diberi warna secra detail. Apalagi suara iin yang medukungnya dari depan.
“ayoo... lebih bagus lagi dong!” ujarnya memberi
semangat
Memet tak menjawab. Ia hanya fokus dengan goresan
indahnya itu.
*******
Seperti
biasanya, daripada bengong melompong di kelas. Aku membuka buku tulisku dan
menyobek bagian tengahnya. Ku ambil satu cerik kertas. Aku mulai menulis pesan
di kertas itu dan ku kasihkan ke ana.
“ana.. kenapa sih, memet begitu nurutnya sama
iin?” tulisan itu tergores begitu jelasnya.
“emmmm.... mungkin karena iin bantuin memet jadian
sama mantannya!” balas sofah teman belakang bangkuku yang ikut-ikutan balas.
Padahal aku gak ngerasa ajak dia tuh. Emang itu sudah menjadi penyakitnya sejak
dulu. Selalu ingin ikut-ikutan orang lain.
“iya juga... mungkin karena iin bantuin memet
jadian sama mantannya” ana juga membenarkan opini sofah.
Setelah
itu, seperti biasa sebagai seorang cewek pasti suka curhat. Aku curhat apa aja
sama ana termasuk tentang memet. Sambil curhat tanpa ku sadari tanganku mulai
menyobek-nyobek kertas itu menjadi beberapa bagian. Saking asyiknya curhat,
kertas-kertas kecil itu mulai terlepas dari genggamanku. Memet mengaisnya. Ku
lihat dari kejauhan ia mencoba menyatukannya kembali. Pecahan demi pecahan ia
rangkai dengan hati-hati dan begitu teliti. Nampaknya tulisan itu masih bisa
terbaca olehnya. Aku tadi lupa merobeknya lebih kecil lagi. Memet langsung
menghampiriku dengan muka terkesan sinis.
“kamu ngerti ngggak tulisan itu?” tanyaku dengan
nada datar
Ia
nggak jawab, tapi ia menganggukkan kepalanya, pertanda kalau ia emang mengerti
dan bisa membaca tulisan itu. Tanpa pikir panjang, ia langsung menghamburkan
sobekan-sobekan kertas itu di hadapanku. Aku kecewa berat dengannya saat itu.
Marah sih marah, yang wajar aja kalau marah. Gumamku dalam hati.
Aku,
ana, sofah memunguti sobekan-sobekan kertas itu dari lantai. Kita bertiga
menyatukannya kembali seperti semula. Emang bener!! Tulisan itu masih bisa
dibaca. Tanpa berfikir lagi, aku langsung membuang sobekan-sobekan itu ke
tempat sampah. Sebelum iin juga tahu, apa tulisan dalam sobekan-sobekan kertas
itu.
*******
Suatu
saat, ketika pelajaran seni budaya, anak-anak disuruh ke studio musik. Disana
pak najib, guru seni budaya menyuruh anak-anak latihan menyanyi untuk persiapan
praktik minggu depan. Setelah satu, dua, tiga anak tampil. Aku langsung memberanikan
diri maju kedepan, dengan bermaksud membawakan lagu dari Rossa “Aku Bukan
Untukmu”
Dahulu
kau mencintaiku
Dahulu kau
menginginkanku
Meskipun tak
pernah ada jawabku
Tak berniat kau
tinggalkan aku
Sekarang
kau pergi menjauh
Sekarang
kau tinggalakan aku
Disaat
ku mulai mengharapkanmu
Dan
ku mohon maafkan aku
Aku menyesal telah
membuatmu menangis
Dan biarkan
memilih yang lain
Tapi jangan pernah
kau dustai takdirmu
Pasti itu terbaik
untukmu
Janganlah
lagi kau mengingatku kembali
Aku
bukanlah untukmu
Meskiku
memohon dan meminta hatimu
Jangan
pernah tinggalkan dirinya
Untuk
diriku....
Saat
lagu itu selesai ku nyanyikan teerdengar suara kagum dan tepuk tangan dari
anak-anak. Tak sedikit pula yang menangis karena terharu. Sebenarnya lirik lagu
tersebut emang nggak sesuai sih dengan keadaanku saat ini dengan memet. Hanya
judulnya aja yang sesuai. Aku hanya mau negasin kalau “Aku Bukan Untukmu” dan
satu lagi yang kutujukan untuk memet, “jangan pernah tinggalkan dirinya untuk
diriku..”
*******
Detik
berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari, hari berganti minggu.
Memet mulai menghilangkan sikap dinginnya kepadaku. Ia mulai bersikap layaknya
seorang sahabat kepadaku. Nada bicaranya juga teras berbeda. Tak nampak lagi
wajah sinisnya padaku. Tak keluar lagi kata-kata kasar dari mulut manisnya. Tak
jarang juga aku ngobrol ringan dengannya disela-sela jam kosong. Dan kalau aku
lihat-lihat, akhir-akhir ini keakraban memet dan iin mulai berkurang. Entah apa
yang terjadi antara mereka berdua, dan yang jelas aku tak tau menau tentang
itu.
*******
Kabar
angin itu semakin menghembus merasuk telingaku. Memet dan azifah putus? Apakah
benar? Aku nggak boleh mudah percaya gitu aja. Aku nggak terlalu mikirin
masalah itu. Nggak ada pengaruh sama sekali denganku. Dan jika memang berita
itu benar adanya. Masih adakah ruang yang tersisa di hatinya untukku??
Auugghhttt........ aku gak bisa berharap banyak dengannya.
Pulang
sekolah, aku sengaja gak pulang kerumah. Aku diajak temanku pergi ke suatu
tempat yang gak aku tau. Yang penting ikut aja. Itung-itung refreshing,
menghilangkan penat dalam jiwaku.
*******
Paginya
di sekolahan, memet menghampiriku.
“kamu kemarin keman aja?” tanyanya penuh selidik
“ke vina golf, emang kenapa?” jawabku yang selalu
aja menganggap enteng
“sama om-om ya?” sahutnya semakin sinis, alisnya
makin menepung saja
“siapa? Orang aku sama temanku” sahutku tak mau
kalah
“aku kemarin nyariin kamu. Dicari disekolahan gak
ada” sahutnya dengan wajah sinis, khawatir, dan manis sembari meninggalkanku.
Begitu
berhargakah aku dimatanya? Ia bahkan mencariku di sekolahan kemarin. Emang dari
percakapannya tadi ia tak bilang
khawatir denganku, tapi aku bisa membaca matanya. Raut mukanya juga mengatakan
demikian. Aaaahhhh...... mungkin ini hanya perasanku saja.
Ibnu
teman akrab memet memanggilku dari belakang, aku langsung menoleh ke arahnya.
“apa?” tanyaku
“memet itu sebenarnya suka sama kamu!” ujanya to
the point
“udahlah ibnu, nggak usah dagelan gitu!” jawabku
datar aja
“ emangnya aku pelawak, dagelan segala! Aku
seius!” ujarnya makin mengerutkan dahinya
“aku seratus rius” jawabku tambah ngaco
“nich.. aku bacain isi konsep di handponenya!”
ibnu mengeluarkan handpone memet dari tas birunya.
“tuhan, aku mencintainya bukan dari rupa tapi
hati. Jika kau izinkan, aku akan selalu menjaganya. Aku tak mau dia kecewa, aku
tak mau dia gelisah. Aku ingin selalu ada disampingnya. Dengan kasih sayangku
aku berjanji suatu saat kau kan ku miliki. Tak kan kubiarkan hatimu rapuh. Aku cinta
kamu.. I LOVE YOU” ibnu membacanya dengan fasih bahkan lebih fasih
daripada ia membaca al-qur’an.
“udahlah.. itu bukan untuk aku!” jawabku pelan.
“masyarakat.... alamaaakkk maksudku masya allah,
nggak percaya amat sih sama aku. Nih ku bacain lagi” ujarnya setengah melawak
“tiga hal yang tak bisa ku lupakan dalam
dunia ini:
1. Dia
2. Dia
3. Dia
“ kali ini ibnu mbacain kata-kata
yang lebih pendek dari sebelumnya.
Aku tak lagi menghiraukan
kicauannya. Ku putar kepalaku menghadap ke arah
depan lagi untung aja memet nggak tau kalau ibnu tadi habis ngotak-atik
isi handponenya.
*******
Tak
terasa hampir 8 bulan aku sekelas dengannya. 4 bulan lagi kita pasti akan
terpisah. Memang sudah kupastikan itu. Rencananya kalau naik ke kelas 11
penjurusan nanti aku mau ngambil IPA, sebaliknya memet berencana ngambil
jurusan IPS. Kita pasti bakal jarang ketemu.
UTS
menyambutku dengan penuh semangat. Tapi juga mengingatkanku akan perpisahan
yang bakal terjadi beberapa bulan lagi. Sungguh 8 bulan kita bersama terasa
singkat. Terasa 8 hari saja.
Saat
UTS kebetulan masuknya nggak jam 07.00 pagi, tapi lebih disiangin dikit jadi
jam 10.30 pagi. Aku nggak seruangan ama memet. Udah pasti aku rindu untuk 2
minggu ini.
Hari
selasa tepatnya tanggal 15 maret 2011 pada jam 06.45 getaran handpone di
kasurku membangunkanku dari tidurku. Kupastikan itu panggilan bukan sms. Dengan
muka yang masih kusut dan masih nggak begitu begitu sadar tanganku langsung
menggapai handpone yang da di sampingku.
Ku
lihat begitu jelas dilayar handpone “my cydaha” memanggil. Berarti itu memet.
Aku kaget, kedua bola mataku mau copot keluar. Seketika jantungku berdetak
kencang, lima kali lebih cepat. Aku ragu untuk mengangkatnya. Aku pikir dia
hanya missed call, tapi suara getar itu makin lama terdengar telingaku. Teramat
bising bagiku. Aku langsung memencet tombol yes dan dia langsung menyapaku.
“assalamualaikum” ucapnya memulai pembicaraan
“waalaikum salam, tumben pagi-pagi udah nelfon”
tanyaku heran
“aku mau ngomong penting sama kamu” pintanya halus
“apa....??” balasku singkat
“emmmm... sebenarnya aku.....????” ucapnya makin
serius.
Kutunggu
dia ngomong, tapi gak ngomong-ngomong. Panggilannyapun belum dimatiin, dan
ternyata apa yang terjadi. Aku dikejutkan dengan suara lantangnya begitu
terdengar jelas dan nyaring di telinga
“aku suka sama kamu, kamu mau gak jadi pacraku”
ujarnya menembakku
Hatiku
tak karuan. Mulutku terasa berat untuk bicara. Bahkan aku nggak bisa
ngelangkahin kakiku satu langkah saja. Keringat seketika bercucuran di badanku.
Ya ampuuuunnn..... mungkinkah ini hanya mimpi? Aku mencubit tanganku. Aduuhh..
ternyata sakit. Berarti ini nyata, nggak mimpi belaka.
“bohong!!!” kata itu langsung meluncur dengan
cepatnya dari mulutku
“ sumopah. Aku nggak bohong. Kamu mau ngak jadi
pacarku?” pintanya sekali lagi
“tapi, kenapa perasaanmu langsung berubah gitu,
padahal kan kamu dulu bilang sendiri ke aku, kalau kamu nganngep aku sebagai
sahabat?”
“ aku nggak tau, akhir-akhir ini aku mulai suka
sama kamu. Gimana? Kamu mau ta jadi
pacarku?” pintanya memelas
“emmmmm.... ya udah, aku mau” suaraku makin ku
pelankan.
“ makasih ya..., ya udah, assalmualaikum” suaranya
terdengar samar-samar di telingaku
Hatiku
campur aduk. Senyum-senyum sendiri dikamar sampai lupa mandi. Hidupku terasa
lebih bermakna dan lebih berwarna. Bagaimanapun sudah patut aku bahagia.
Penantianku selama kurang lebih 6 bulan ini tak berujung sia-sia.
*******
Aku
harap dia akan selalu menjagaku, tak menyakitiku dan tak menghianatiku. Aku
bangga dapat memanggilmu sayang.
Sayang,
kau telah berjanji
Tak akan menyakiti
Tak akan
menghianati
Hati ini...
Jangan
tinggalkan aku
Selalu
jaga hatiku
Tak
nisa aku jalani hidupku
Tanpa
dirimu
Pujaan hati
Kau kan slalu ku
cintai
Sampai nanti
Sampai mati
Karena kau anugrah
terinfah dalam hati
Yang kini ku
miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar