Selasa, 17 September 2013

PENANTIAN SEJATI

Cerpen ini gue buat waktu kelas 10 SMA spesial untuk temanku Cuznah. Cerita ini terinspirasi berdasarkan cerita pribadi darinya. Selamat membaca.....

Author by: Diana Sofah
Editor by: Asmaul Cuznah

Aku melamun dan terus melamun disudut kamarku. Akhir-akhir ini hatiku sepetinya dibuat gundah. Ya....... apalagi kalau nggak CINTA. Rokhmat atau yang biasa akrab dipanggil Memet yang membuatku sepeti ini. Cowok berkulit sawo matang dan lumayan tinggi itu kini menaungiku hati kecilku. Entah apa yang kurasakan saat ini. Akankah cinta, kagum, suka, atau perasaan refleks saja, nggak lebih. Lagi-lagi aku dilema oleh cinta.
          Kalau saja semua ini nggak terjadi, pasti memet tak menjauhiku. Ia tau kalau aku suka sama dia. Berita kalau aku suka sama memet mekin berkembang. Anak-anak dikelas sebagian udah pada tau. Apalagi shabat-sahabat dekatku D’CWIMUTH yang beranggotakan aku, aini, uyink, ayu, dan iin. Iin cepat-cepat bertindak. Bukannya nolong aku tapi dia bantuin memet balikan sama mantannya, Azifah.
          Hatiku panas sebenarnya melihat iin dan memet selalu akrab dikelas. Apalagi tak henti-hentinya telingaku mendengar nama azifah. Sampai suatu hari mau ada lomba mading antar kelas aku mengirim pesan untuknya.
“ met... mau nggak kamu kesekolahan? Kasihan fahmi ngerjain sendiri di kelas!” pintaku memelas
          Sekitar 5 menit kemudian, suara getar handpone ku menggugah hatiku untuk segera membuka kotak masuk. Ya..... memet langsung membalasnya.
“aku nggak bisa, aku nggak boleh keluar malem!” jawabnya kalem
“ayolah met, satu kali ini aja?” aku agak memaksa
“aku nggak bisa, sumpah deh. Maafin aku ya”
“usahain bisa! Demi azifah bisa nggak?” balasku menyinggung mantannya
“nggak usah bawa-bawa azifah kenapa sih? Dia nggak tau apa-apa” jawabnya mulai ketus
“iya....iya.... nggak usah pakai otot donk, nyantai aja kale” balasku juga ketus
          Satu, dua, tiga, empat menitan ia tak membalas sms ketusku tadi. Mungkin ia memang marah sama aku.
*******
          Pagi-pagi disekolah iin langsung ngajak aku ngomong empat mata dipojok kelas.
“kamu kemarin sms apa sama memet?” tanyanya serius
“aku Cuma nyuruh dia ke scool bantuin fahmi!” jawabku enteng
“nggak, bukan itu. Yang nyangkut azifah itu?” tanyanya makin serius
“ya ampuuunnn.... ituu...!! Cuma bercanda, bilang sama dia kalau aku Cuma bercanda !” jawabku lagi-lagi enteng.
          Bel masuk berbunyi menggetarkan semua hati yang mendengarkannya. Tak sampai 5 menit, kelas sudah terisi penuh oleh anak-anak. Tak lama kemudian Pak Hariyanto masuk dengan gagahnya. Kebetulan jam pertama waktunya olahraga. Kita langsung melakukan pemanasan dan langsung digiring ke sebuah lapangan tak jauh dari sekolahan.
          Selama olahraga, tak henti-hentinya aku menatap wajah sawo matang itu. Manis memang, bahkan lebih manis dari coklat yang aku beli kemarin. Tapi, malah sebaliknya. Ia menatapku kasar, bahkan terkesan cuek dengan semua perhatianku padanya. Tapi apapun yang terjadi, apapun responnya kepadaku. Aku nggak bisa membencinya.
*******
          Beberapa hari kemudian, ku dengar memet sudah jadian dengan azifah. Ingin rasanya aku marah. Tapi aku bukanlah siapa-siapa bagi memet. Dimatanya aku nggak lebih dari seorang sahabat. Apalagi setelah ku tau kalau yang bantuin mereka balikan adalah iin. Seorang sahabat tak mungkin tega melihat sahabatnya menderita. Tapi ini malah sebaliknya. Tapi aku ikhlas menerimanya. Ku berusaha terus tersenyum dan tertawa meskipun sebenarnya hati ini menangis dan terluka. Entah sudah sampai mana rasa luka itu hinggap di hatiku.
********
          Satu jam pelajaran kosong, memet duduk disebelahku. Aku lihat memet sibuk dengan tulisan di buku tulisnya. Aku berusaha mengintipnya. Tulisan “Nur Azifatul Qoyyimah” tergores dengan indah di bukunya. Ditambah lagi ia mewarnainya dengan spidol pinjaman dari sofah. Begitu berwarna dan begitu indah memang. Tapi asal kamu tau di balik keindahan itu, hatiku terluka sedalam-dalamnya.
          Senyuman manis tak henti-hentinya hilang dari wajahnya. Saat satu persatu tulisan itu diberi warna secra detail. Apalagi suara iin yang medukungnya dari depan.
“ayoo... lebih bagus lagi dong!” ujarnya memberi semangat
Memet tak menjawab. Ia hanya fokus dengan goresan indahnya itu.
*******
          Seperti biasanya, daripada bengong melompong di kelas. Aku membuka buku tulisku dan menyobek bagian tengahnya. Ku ambil satu cerik kertas. Aku mulai menulis pesan di kertas itu dan ku kasihkan ke ana.
“ana.. kenapa sih, memet begitu nurutnya sama iin?” tulisan itu tergores begitu jelasnya.
“emmmm.... mungkin karena iin bantuin memet jadian sama mantannya!” balas sofah teman belakang bangkuku yang ikut-ikutan balas. Padahal aku gak ngerasa ajak dia tuh. Emang itu sudah menjadi penyakitnya sejak dulu. Selalu ingin ikut-ikutan orang lain.
“iya juga... mungkin karena iin bantuin memet jadian sama mantannya” ana juga membenarkan opini sofah.
          Setelah itu, seperti biasa sebagai seorang cewek pasti suka curhat. Aku curhat apa aja sama ana termasuk tentang memet. Sambil curhat tanpa ku sadari tanganku mulai menyobek-nyobek kertas itu menjadi beberapa bagian. Saking asyiknya curhat, kertas-kertas kecil itu mulai terlepas dari genggamanku. Memet mengaisnya. Ku lihat dari kejauhan ia mencoba menyatukannya kembali. Pecahan demi pecahan ia rangkai dengan hati-hati dan begitu teliti. Nampaknya tulisan itu masih bisa terbaca olehnya. Aku tadi lupa merobeknya lebih kecil lagi. Memet langsung menghampiriku dengan muka terkesan sinis.
“kamu ngerti ngggak tulisan itu?” tanyaku dengan nada datar
          Ia nggak jawab, tapi ia menganggukkan kepalanya, pertanda kalau ia emang mengerti dan bisa membaca tulisan itu. Tanpa pikir panjang, ia langsung menghamburkan sobekan-sobekan kertas itu di hadapanku. Aku kecewa berat dengannya saat itu. Marah sih marah, yang wajar aja kalau marah. Gumamku dalam hati.
          Aku, ana, sofah memunguti sobekan-sobekan kertas itu dari lantai. Kita bertiga menyatukannya kembali seperti semula. Emang bener!! Tulisan itu masih bisa dibaca. Tanpa berfikir lagi, aku langsung membuang sobekan-sobekan itu ke tempat sampah. Sebelum iin juga tahu, apa tulisan dalam sobekan-sobekan kertas itu.
*******
          Suatu saat, ketika pelajaran seni budaya, anak-anak disuruh ke studio musik. Disana pak najib, guru seni budaya menyuruh anak-anak latihan menyanyi untuk persiapan praktik minggu depan. Setelah satu, dua, tiga anak tampil. Aku langsung memberanikan diri maju kedepan, dengan bermaksud membawakan lagu dari Rossa “Aku Bukan Untukmu”
          Dahulu kau mencintaiku
       Dahulu kau menginginkanku
       Meskipun tak pernah ada jawabku
       Tak berniat kau tinggalkan aku
                           Sekarang kau pergi menjauh
                           Sekarang kau tinggalakan aku
                           Disaat ku mulai mengharapkanmu
                           Dan ku mohon maafkan aku
       Aku menyesal telah membuatmu menangis
       Dan biarkan memilih yang lain
       Tapi jangan pernah kau dustai takdirmu
       Pasti itu terbaik untukmu
                           Janganlah lagi kau mengingatku kembali
                           Aku bukanlah untukmu
                        Meskiku memohon dan meminta hatimu
                           Jangan pernah tinggalkan dirinya
                           Untuk diriku....
          Saat lagu itu selesai ku nyanyikan teerdengar suara kagum dan tepuk tangan dari anak-anak. Tak sedikit pula yang menangis karena terharu. Sebenarnya lirik lagu tersebut emang nggak sesuai sih dengan keadaanku saat ini dengan memet. Hanya judulnya aja yang sesuai. Aku hanya mau negasin kalau “Aku Bukan Untukmu” dan satu lagi yang kutujukan untuk memet, “jangan pernah tinggalkan dirinya untuk diriku..”
*******
          Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari, hari berganti minggu. Memet mulai menghilangkan sikap dinginnya kepadaku. Ia mulai bersikap layaknya seorang sahabat kepadaku. Nada bicaranya juga teras berbeda. Tak nampak lagi wajah sinisnya padaku. Tak keluar lagi kata-kata kasar dari mulut manisnya. Tak jarang juga aku ngobrol ringan dengannya disela-sela jam kosong. Dan kalau aku lihat-lihat, akhir-akhir ini keakraban memet dan iin mulai berkurang. Entah apa yang terjadi antara mereka berdua, dan yang jelas aku tak tau menau tentang itu.
*******
          Kabar angin itu semakin menghembus merasuk telingaku. Memet dan azifah putus? Apakah benar? Aku nggak boleh mudah percaya gitu aja. Aku nggak terlalu mikirin masalah itu. Nggak ada pengaruh sama sekali denganku. Dan jika memang berita itu benar adanya. Masih adakah ruang yang tersisa di hatinya untukku?? Auugghhttt........ aku gak bisa berharap banyak dengannya.
          Pulang sekolah, aku sengaja gak pulang kerumah. Aku diajak temanku pergi ke suatu tempat yang gak aku tau. Yang penting ikut aja. Itung-itung refreshing, menghilangkan penat dalam jiwaku.
*******
          Paginya di sekolahan, memet menghampiriku.
“kamu kemarin keman aja?” tanyanya penuh selidik
“ke vina golf, emang kenapa?” jawabku yang selalu aja menganggap enteng
“sama om-om ya?” sahutnya semakin sinis, alisnya makin menepung saja
“siapa? Orang aku sama temanku” sahutku tak mau kalah
“aku kemarin nyariin kamu. Dicari disekolahan gak ada” sahutnya dengan wajah sinis, khawatir, dan manis sembari meninggalkanku.
          Begitu berhargakah aku dimatanya? Ia bahkan mencariku di sekolahan kemarin. Emang dari percakapannya  tadi ia tak bilang khawatir denganku, tapi aku bisa membaca matanya. Raut mukanya juga mengatakan demikian. Aaaahhhh...... mungkin ini hanya perasanku saja.
          Ibnu teman akrab memet memanggilku dari belakang, aku langsung menoleh ke arahnya.
“apa?” tanyaku
“memet itu sebenarnya suka sama kamu!” ujanya to the point
“udahlah ibnu, nggak usah dagelan gitu!” jawabku datar aja
“ emangnya aku pelawak, dagelan segala! Aku seius!” ujarnya makin mengerutkan dahinya
“aku seratus rius” jawabku tambah ngaco
“nich.. aku bacain isi konsep di handponenya!” ibnu mengeluarkan handpone memet dari tas birunya.
tuhan, aku mencintainya bukan dari rupa tapi hati. Jika kau izinkan, aku akan selalu menjaganya. Aku tak mau dia kecewa, aku tak mau dia gelisah. Aku ingin selalu ada disampingnya. Dengan kasih sayangku aku berjanji suatu saat kau kan ku miliki. Tak kan kubiarkan hatimu rapuh. Aku cinta kamu.. I LOVE YOU” ibnu membacanya dengan fasih bahkan lebih fasih daripada ia membaca al-qur’an.
“udahlah.. itu bukan untuk aku!” jawabku pelan.
“masyarakat.... alamaaakkk maksudku masya allah, nggak percaya amat sih sama aku. Nih ku bacain lagi” ujarnya setengah melawak
tiga hal yang tak bisa ku lupakan dalam dunia ini:
1. Dia
2. Dia
3.  Dia kali ini ibnu mbacain kata-kata yang lebih pendek dari sebelumnya.
Aku tak lagi menghiraukan kicauannya. Ku putar kepalaku menghadap ke arah  depan lagi untung aja memet nggak tau kalau ibnu tadi habis ngotak-atik isi handponenya.
*******
          Tak terasa hampir 8 bulan aku sekelas dengannya. 4 bulan lagi kita pasti akan terpisah. Memang sudah kupastikan itu. Rencananya kalau naik ke kelas 11 penjurusan nanti aku mau ngambil IPA, sebaliknya memet berencana ngambil jurusan IPS. Kita pasti bakal jarang ketemu.
          UTS menyambutku dengan penuh semangat. Tapi juga mengingatkanku akan perpisahan yang bakal terjadi beberapa bulan lagi. Sungguh 8 bulan kita bersama terasa singkat. Terasa 8 hari saja.
          Saat UTS kebetulan masuknya nggak jam 07.00 pagi, tapi lebih disiangin dikit jadi jam 10.30 pagi. Aku nggak seruangan ama memet. Udah pasti aku rindu untuk 2 minggu ini.
          Hari selasa tepatnya tanggal 15 maret 2011 pada jam 06.45 getaran handpone di kasurku membangunkanku dari tidurku. Kupastikan itu panggilan bukan sms. Dengan muka yang masih kusut dan masih nggak begitu begitu sadar tanganku langsung menggapai handpone yang da di sampingku.
          Ku lihat begitu jelas dilayar handpone “my cydaha” memanggil. Berarti itu memet. Aku kaget, kedua bola mataku mau copot keluar. Seketika jantungku berdetak kencang, lima kali lebih cepat. Aku ragu untuk mengangkatnya. Aku pikir dia hanya missed call, tapi suara getar itu makin lama terdengar telingaku. Teramat bising bagiku. Aku langsung memencet tombol yes dan dia langsung menyapaku.
“assalamualaikum” ucapnya memulai pembicaraan
“waalaikum salam, tumben pagi-pagi udah nelfon” tanyaku heran
“aku mau ngomong penting sama kamu” pintanya halus
“apa....??” balasku singkat
“emmmm... sebenarnya aku.....????” ucapnya makin serius.
          Kutunggu dia ngomong, tapi gak ngomong-ngomong. Panggilannyapun belum dimatiin, dan ternyata apa yang terjadi. Aku dikejutkan dengan suara lantangnya begitu terdengar jelas dan nyaring di telinga
“aku suka sama kamu, kamu mau gak jadi pacraku” ujarnya menembakku
          Hatiku tak karuan. Mulutku terasa berat untuk bicara. Bahkan aku nggak bisa ngelangkahin kakiku satu langkah saja. Keringat seketika bercucuran di badanku. Ya ampuuuunnn..... mungkinkah ini hanya mimpi? Aku mencubit tanganku. Aduuhh.. ternyata sakit. Berarti ini nyata, nggak mimpi belaka.
“bohong!!!” kata itu langsung meluncur dengan cepatnya dari mulutku
“ sumopah. Aku nggak bohong. Kamu mau ngak jadi pacarku?” pintanya sekali lagi
“tapi, kenapa perasaanmu langsung berubah gitu, padahal kan kamu dulu bilang sendiri ke aku, kalau kamu nganngep aku sebagai sahabat?”
“ aku nggak tau, akhir-akhir ini aku mulai suka sama kamu.  Gimana? Kamu mau ta jadi pacarku?” pintanya memelas
“emmmmm.... ya udah, aku mau” suaraku makin ku pelankan.
“ makasih ya..., ya udah, assalmualaikum” suaranya terdengar samar-samar di telingaku
          Hatiku campur aduk. Senyum-senyum sendiri dikamar sampai lupa mandi. Hidupku terasa lebih bermakna dan lebih berwarna. Bagaimanapun sudah patut aku bahagia. Penantianku selama kurang lebih 6 bulan ini tak berujung sia-sia.
*******
          Aku harap dia akan selalu menjagaku, tak menyakitiku dan tak menghianatiku. Aku bangga dapat memanggilmu sayang.

       Sayang, kau telah berjanji
      Tak akan menyakiti
      Tak akan menghianati
      Hati ini...
                        Jangan tinggalkan aku
                        Selalu jaga hatiku
                        Tak nisa aku jalani hidupku
                        Tanpa dirimu
      Pujaan hati
      Kau kan slalu ku cintai
      Sampai nanti
      Sampai mati
      Karena kau anugrah terinfah dalam hati
      Yang kini ku miliki.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar